TUGAS
ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN
TENTANG
ADOPSI
DOSEN
PENGAMPU : HERLI GUSTIANI, SST, M.KES
NAMA
: EKAWATI
NIM
: 12.11.401.01.0352
AKADEMI
KEBIDANAN MUHAMMADIYAH KOTIM
TAHUN
AJARAN 2012/2013
A.
Latar Belakang Adopsi
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri
manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada
takdir illahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Pada umumnya
manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha
dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal pemilikan anak, usaha
yang dilakukan adalah mengangkat anak atau adopsi.
Menurut Djaja S. Meliala, (1982: 4) dalam bukunya
berjudul "pengangkatan anak di Indonesia" latar belakang dilakukan
pengangkatan anak karena rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak
yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya atau alasan kemanusiaan. Tidak
mempunyai anak dan keinginan anak untuk menjaga dan memelihara kelak dikemudian
hari tua. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak dirumah maka akan
mempunyai anak sendiri. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja. Untuk mempertahankan ikatan
perkawinan atau kebahagiaan keluarga.
Menurut Muderis Zaini, (1995: 15) dalam bukunya
yang berjudul "Adopsi" Inti dari motif pengangkatan anak karena tidak
mempunyai anak. Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua
si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya. Karena belas kasihan,
disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua (yatim piatu). Untuk
mempererat hubungan kekeluargaan. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai
anak untuk dapat mempunyai anak kandung. Untuk menambah tenaga dalam keluarga. Untuk
menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak
kandung.
Menurut Hilman Hadikusumo (1990: 79) pengangkatan
anak dilakukan karena tidak mempunyai keturunan. Tidak ada penerus keturunan.
Rasa kekeluargaan dan kebutuhan tenaga kerja.
M. Budiarto, (1991: 16) dalam bukunya yang berjudul
"pengangkatan anak ditinjau dari segi hukum" bahwa faktor atau latar
belakang dilakukan pengangkatan anak karena keinginan untuk mempunyai anak,
bagi pasangan yang tidak mempunyai anak. Adanya harapan dan kepercayaan akan
mendapatkan anak setelah mengangkat anak atau sebagai "pancingan".
Masih ingin menambah anak yang lain jenis dari anak yang telah dipunyai.
Sebagai belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, yatim piatu dan
sebagainya.
Dari pendapat-pendapat yang telah diuraikan diatas
terlihat bahwa pada dasarnya latar belakang seseorang melakukan pengangkatan
anak adalah tidak mempunyai keturunan, untuk mempertahankan ikatan perkawinan
atau kebahagiaan, adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan anak setelah
mengangkat anak atau pancingan. Dengan demikian jelaslah pengangkatan anak
merupakan sesuatu yang bernilai positif.
B.
Pengertian Adopsi
Pengertian secara Etimologi pengangkatan
anak disebut juga dengan istilah lain yaitu adopsi. Adopsi berasal dari kata
“adoptie” (bahasa Belanda) yang artinya
pengangkatan seorang anak untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Sedangkan
menurut bahasa Inggris yaitu “adoption” yang berarti pengangkatan anak atau
mengangkat anak.
Pengertian secara
Terminologi. Pengertian pengangkatan anak dikemukakan oleh para ahli, antara
lain sebagai berikut :
Arif Gosita, SH. dalam bukunya “masalah perlindungan
anak”, bahwa : Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang
lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri,
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama dan sah menurut
hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan (Aris Gosita, 1989:44).
B. Bastian Tafal, SH. di dalam bukunya “Pengangkatan
Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya di Kemudian Hari” bahwa
pengangkatan anak adalah usaha untuk mengambil anak bukan keturunan dengan
maksud untuk memelihara dan memperlakukannya sebagai anak sendiri (1983:45).
Amir Martosedono, SH. dalam bukunya “Tanya Jawab
Pengangkatan Anak dan Masalahnya”, bahwa : Anak Angkat adalah anak yang diambil
oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau
sakit
diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa.
Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya
meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya (Amir
Martosedono, 1990:15).
Shanty Dellyana, SH. dalam buku
“Wanita dan Anak di Mata Hukum” bahwa : Pengangkatan anak adalah suatu tindakan
mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak
kandung sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan
sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Shanty
Dellyana, 1988:21).
Djaja S. Meliala, SH. dalam buku “Pengangkatan Anak
(Adopsi) di Indonesia”, bahwa: Adopsi atau pengangkatan anak adalah suatu
perbuatan hukum yang memberi kedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama
seperti seorang anak yang sah (Djaja S. Meliala, 1982:3).
R. Soepomo dalam buku “Bab-bab
tentang Hukum Adat” bahwa : Adopsi atau pengangkatan anak adalah
mengangkat anak orang lain. Dengan adopsi atau pengangkatan anak ini timbul
hubungan hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat seperti hubungan
orang tua dengan anak kandung (Soepomo, 1985:76).
Adopsi menurut bahasa berasal dari bahasa inggris
“adoption”, yang berarti pengangkatan anak atau pemungutan sehingga sering
dikatakan “adoption of child” yang artinya pengangkatan atau pemungutan anak.
Kata adopsi ini dimaksudkan oleh ahli bangsa arab
dengan istilah attabanni yang dimaksudkan mengangkat anak. Sedangkan dalam
kamus Munjid diartikan “ ittihadzahu ibnan” yaitu menjadikannya sebagai anak.
Sedangkan pengertian adopsi menurut istilah, dapat
dikemukakan definisi para ahli antara lain :
1.
Menurut Hilman Kusuma, SH
Mengemukaka
pendapatnya dengan mengatakan anak angkat adalah anak prang lain yang dianggapa
anak sendiri pleh orang tua anggkat dengan resmi menurut hukum adat setempat
dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan pemeliharaan atas harta
kekayaan rumah tangga.
2.
Surojo Wingjodipura, SH
Mengatakan
adopsi (mengangkat anak) adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain
kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yang memungut
anak dananak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama,
seperti yang ada diantara orang tua dan anak.
3.
Syekh Mahmud Syatut
Mengemukakan
definisinya adopsi adalah seseorang yang mengangkat anak yang diketahuinya
bahwa anak itu anak orang lain. Kemudian ia memperlakukan anak tersebut sama
dengan anak kandungnya, baik dari segi kasih sayangnya, maupun nafkahnya tanpa
ia memadang perbedaan. Meskipun demikian agama tidak menganggap sebagai anak
kandungnya, karena ia tidak dapat disamakan statusnya dengan anak kandung.
C.
Macam-Macam Adopsi
Adopsi
(resmi) ada dua macam yaitu :
1)
Pengangkatan anak (anak angkat) yaitu
pihak pengadopsi (orang tua) mengambil alih hak dan kewajiban sebagai orang tua
pengganti terhadap anak angkatnya, sama seperti hak dan kewajiban terhadap anak
kandung. Bukan saja wajib mengasuh, memelihara, memberi pendidikan, termasuk
memberi kasih sayang dan bimbingan moral, tetapi juga wajib memberikan hak
waris seperti terhadap anak kandung.
2)
Pengsuhan anak (anakasuh) yaitu
pengadopsi hanya mengambil alih sebagian tanggung jawab sebagai orang tua
terhadap sianak. Misalnya, memberi biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan
lain sesuai kesepakatan, karena kedua orang tua sianak (atau salah satunya)
tidak mampu menjamin tumbuh-kembang anak secara wajar. Pengadopsi tidak punya
kewajiban memberi hak waris (kecuali atas inisiatif sendiri).
Pengangkatan
anak yang dilakukan di Indonesia sudah banyak, susunan masyarakatpun
berbeda-beda. Untuk wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh hukum adat yang
berbeda-beda. Dalam upacara pengangkatan anak ada perbuatan yang dinamakan
“Serah terima” yaitu penyerahan anak dari orang tua kandung terhadap calon
orang tua angkat dan sebaliknya. Tetapi ada pula yang melaksanakan upacara
pengangkatan anak tanpa adanya serah terima tersebut. Akibatnya dalam pratek
mengalami masalah yaitu dalam hal menentukan apakah anak itu diangkat secara
hukum. Berdasarkan hal tersebut diatas dengan melihat ciri-ciri lahiriah dan
cara- cara pengangkatan anak di Indonesia, maka dapat dibagi 4 macam, yaitu
pengangkatan anak yang umum, pengangkatan anak yang khusus, pengangkatan anak
yang menyerupai dan pengangkatan anak secara pura- pura. (Woerjanto, 1987: 7)
a.
Pengangkatan anak secara tunai atau
terang.
Pengertian
tunai adalah suatu perbuatan pengangkatan anak yang dilaksanakan dengan
perpindahan si anak dari orang tua kandung keorang tua angkat yang dilaksanakan
secara serentak dan dibarengi dengan tindakan simbolis berupa penyerahan
barang-barang tertentu yang mempunyai makna atau tujuan magis yang megakibatkan
hubungan si anak dengan orang tua kandungnya menjadi putus setelah terjadinya
upacara penyerahan anak angkat tersebut. Pengertian terang adalah bahwa suatu
perbuatan pengangkatan anak yang dilakukan dihadapan dan diumumkan didepan
orang banyak, dengan resmi secara formal, dianggap semua orang mengetahuinya.
b.
Pengangkatan anak secara tidak terang
atau tidak tunai.
Pengertian
tidak terang adalah pengangkatan anak itu dilakukan dengan tidak terikat pada
suatu upacara tertentu, disamping itu mengenai kesaksian dan campur tangan dari
pemuka-pemuka adat atau pejabat setempat dimana pengangkatan anak itu
dilakukan. Dan pengertian tidak tunai adalah pengangkatan anak ini tidak
merupakan keharusan untuk melakukan berbagai tindakan simbolis atau penyerahan
barang- barang yang mempunyai maksud dan tujuan magis religius (Bushar
Muhammad, 1991: 33).
c.
Pengangkatan anak yang khusus
Pengangkatan
anak yang khusus disini karena mengandumg beberapa aspek atau syarat yang
khusus dan khas untuk bentuk-bentuk tertentu ini. Pengangkatan anak yang secara
khusus ini dapat terjadi dengan bermacam-macam hal, misalnya: Di Bali, Di
daerah bali ada semacam pengangkatan anak yang diaambil dari istri yang kurang
mulia, yang mana hal ini disebut dengan “nyentanayang”. Hal ini dilakukan
karena istri selirnya tersebut adalah anak perempuan maka anak tersebut adalah
anak laki-laki. Di Bali anak tersebut dinamakan “anak sentara” dan bila anak
perempuan ini melangsungkan pernikahan, maka anak yang dikawinkan dengan cara “semada”
atau disebut tanpa adanya jujur atau yang sejenis dengan mas kawin. Sehingga si
suami ikut masuk ke lingkungan si istri. Suami yang dimaksudkan disini disebut
dengan “sentana terikan”.
D.
Syarat-Syarat Adopsi
Syarat-syarat
untuk mengadakan pengangkatan anak (adopsi) yaitu sebagai berikut
1)
Persetujuan orang yang melakukan
pengangkatan anak.
2)
Jika anak lahir diluar nikah maka perlu
adanya persetujuan dari orang tua yang mengakuinya, jika tidak ada pengakuan
maka diperlakukan persetujuan dari wali dan balai harta penginggalan didalam
hal anak belum dewasa.
3)
Persetujuan dari orang yang akan
diangkat jika ia telah mencapai usia 15 tahun.
4)
Jika pengangkatan anak dilakukan oleh
seorang janda maka perlu persetujuan dari saudara laki-laki dan ayah dari suami
yang telah meninggal dunia, dan jika orang ini telah meninggal dunia atau tidak
berada di Indonesia. Maka harus ada persetujuan dari dua anggota keluara
laki-laki yang telah dewasa yang ditinggal di Indonesia dari pihak ayah dari
suami yang telah meninggal dunia sampai dengan derajat keempat (STAABLAD 1917
Nomer 129 pasal.
E.
Undang-Undang atau Peraturan Adopsi
Dasar hukum pengangkatan Anak di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1)
Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak.
2)
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
3)
Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2
Tahun 1979.
4)
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak.
5)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungan Anak.
6)
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Anak.
7)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia.
8)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
9)
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan
Anak.
10) Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia No. 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
F.
Kasus Nyata Adopsi
Pasangan suami istri Tri Susanto dan Suparti
melaporkan kasus sengketa adopsi seorang anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
M Yunus ke Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Kamis (27/12). Pasangan suami
istri itu sudah merawat seorang bayi yang diberi nama Agus Fitriansyah yang
ditinggalkan orangtuanya dan ditemukan di belakang kediaman mereka di Kelurahan
Sumur Dewa Kecamatan Selebar pada Agustus 2012. Tri Susanto dan Suparti yang
kebetulan tidak memiliki anak, atas restu dari Ketua RT dan warga setempat,
berniat mengadopsi dan menanggung seluruh biaya pengobatan serta berbagai
kebutuhan Agus. Saat ditemukan, kondisi bayi itu kritis dengan kulit kebiruan
karena kedinginan. Setelah merawat dan menanggung seluruh biaya perawatan
selama beberapa bulan di RSUD M Yunus, pada 20 Desember 2012, Agus tidak lagi
berada di RSUD M Yunus. "Kami sudah melengkapi seluruh syarat administrasi
untuk mengadopsi Agus tapi saat kami kembali ke rumah sakit, Agus sudah tidak
ada di tempat," kata Suparti menjelaskan kepada Anggota Komisi IV DPRD
Provinsi Bengkulu. Setelah mengetahui Agus tidak lagi di RSUD M Yunus, Suparti
menemui Yani ke rumahnya dan mempertanyakan keberadaan Agus. "Malah saya
yang disalahkan karena tidak segera membuat surat pernyataan dan
permohonan," kata Suparti berlinang air mata. Dari penjelasan Yani, kata
Suparti, sudah pernah menelepon dirinya tapi tidak diangkat. Namun, Suparti
membantah adanya telepon ataupun pesan singkat dari pihak Yani tersebut. Suparti
menyebutkan, surat permohonan adopsi yang ditujukan kepada Dirut RSUD M Yunus
telah dibuatnya tertanggal 30 November 2012. Pasangan suami istri itu telah
menganggap Agus sebagai anaknya. Bahkan pasangan suami istri itu telah
mengadakan doa cukur rambut dan selamatan dan memberi nama Agus Fitriansyah
pada 15 November 2012. Sementara itu, Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Irna
Riza Hidayati mengatakan, kasus pengalihan adopsi Agus merupakan bentuk
pembodohan pihak RSUD M Yunus kepada masyarakat. "Syarat administrasi
pengadopsian yang sebenarnya transparan dan prosedural tapi dibuat
berbelit-belit dan inprosedural," katanya, saat mendampingi pasangan Tri
Susanto dan Suparti menemui DPRD. Irna juga melihat ada tiga indikasi dalam
permasalahan tersebut yakni indikasi pengalihan adopsi, kedua mark up biaya
perawatan di RSUD M Yunus karena keluarga Suparti diminta uang sebesar Rp24
juta. Padahal menurut pengakuan Suparti, inkubator yang digunakan merawat Agus
dalam kondisi rusak. Dan ketiga menurut Irna ada indikasi pengaburan informasi
tentang syarat administrasi pengadopsian anak. Anggota Komisi IV, Syafrianto
Daud mengatakan akan membantu keluarga Suparti dengan memanggil pihak RSUD M
Yunus. "Kami akan membantu keluarga ini mendapatkan kejelasan dan keadilan
karena dari pengakuan mereka ada yang tidak beres dalam proses ini,"
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar