Minggu, 01 Juni 2014

MAKALAH ASKEB IV (PATOLOGI) TENTANG ATONIA UTERI


TUGAS MAKALAH ASKEB IV (PATOLOGI)
TENTANG ATONIA UTERI


 




DISUSUN OLEH :
                                                               KELOMPOK 1                                                                 


                        AFRIT                                                           NETIE
DESI NOVITASARI                                                NORIKA FITRIANI
EKA WATI                                                   RENI HERYANTI
ETY FATMAWATI                                    RESMIAH
FITRIA SUNDARI                                      SITI BARJAH
IKA FITRIANI                                             SITI UTAMI ANGGRIANI
MAHMUDAH                                               SRI RATIH
MARIA ULFA                                              TETI RISNAWATI NAPUTRI
MELANI PUTRI PRIANTI                                   TITI RUSNAWATI
MELISA                                                        ULPAH
MURTINI



AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH KOTIM
TAHUN AJARAN 2014/1015
SAMPIT

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucaapakan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahamt dan karunia-Nya kami masih diberi kesempataan untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Perdarahan Post Partum  Dan Antonia Uteri “. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Herli Gustiani,SST,M,Kes dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,maka segala kritik dan dan saran untuk membangun para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua


Sampit, 20 Mei 2014


penyusun












                                                                DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.    Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Perdarahan Pasca Persalinan
B.     Fisiologi Atonia Uteri
C.    Patofisiologi Atonia Uteri
D.    Etiologi Atonia Uteri
E.     Faktor Perdisposisi Atonia Uteri
F.     Tanda Dan Gejala Atonia Uteri
G.    Manisfestasi Klinik Atonia Uteri
H.    Pencegahan Atonia Uteri
I.       Penatalaksaan Atonia Uteri
BAB III PENUTUP
1.      Simpulan
2.      Saran
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG

Perdarahan yang terjadi segera setelah melahirkan dapat disebabkan oleh banyak penyebab. Sekitar separuh dari kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh kausa pascapartum dini ini. Jika dijumpai perdarahan yang berlebihan, etiologi spesifiknya perlu dicari. Atonia uterus, retensi plasenta termasuk plasenta akreta dan variannya, serta laserasi saluran genital merupakan penyebab tersering perdarahan dini.
Perdarahan intrapartum atau pascapartum dini yang parah kadang-kadang diikuti oleh kegagalan hipofisis (sindrom sheehan) yang ditandai oleh kegagalan laktasi, amenore, atrofi payudara, rontoknya rambut pubis dan aksila, hipotiroidisme, dan insufisiensi korteks adrenal. Insidensi sindrom sheehan semula diperkirakan adalah 1 per 10.000 persalinan. Di Amerika Serikat, sindrom ini tampaknya sudah semakin jarang dijumpai.
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalamm konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
A.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan perdarahan pasca persalinan?
2.      Bagaimana fisiologi dari atonia uteri?
3.      Bagaimana patofisiologi dari atonia uteri?
4.      Apa saja etiologi dari atonia uteri?
5.      Bagaimana faktor predisposisi dari atonia uteri?
6.      Bagaimana tanda dan gejala dari atonia uteri?
7.      Bagaimana manifestasi klinis dari atonia uteri?
8.      Bagaimana penatalaksanaan dari atonia uteri?
9.      Bagaimana pencegahan dari atonia uteri?            

B.   TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian perdarahan pasca persalinan.
2.      Mengetahui fisiologi dari atonia uteri.
3.      Mengetahui patofisiologi dari atonia uteri
4.      Mengetahui etiologi dari atonia uteri.
5.      Mengetahui faktor predisposisi dari atonia uteri.
6.      Mengetahui tanda dan gejala dari atonia uteri.
7.      Mengetahui manifestasi dari atonia uteri.
8.      Mengetahui penatalaksanaan dari atonia uteri
9.      Mengetahui pencegahan dari atonia uteri























BAB II
PEMBAHASAN
A.       PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

Perdarahan setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan traktus di sekitarnya, atau keduanya. Dengan demikian perdarahan postpartum merupakan penjelasan suatu kejadian dan bukkan diagnosis. Di inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses postpartum (Bonnar 2000). Apabila terjadi perdarahan berlebihan, harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensi plasenta-termasuk plasenta akreta dan variannya, serta laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar kasusu perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta telah mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan postpartum yang keparahanya mengharuskan dilakukannya histerektomi(Chestnul dkk, 1985; Clark dkk., 1984; Zelop dkk., 1993 ).
Secara tradisional, perdarahan pascapartum didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah sesar. Wanita dengan hipervolemia normal akibat kehamilan biasanya mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 hingga 60 persen yang bagi kebanyakan wanita, berarti 1 sampai 2 liter. Oleh karena itu, wanita yang bersangkutan akan menoleransi pengeluaran darah, tanpa mengalami penurunan yang nyata dalam hematokrit yang mendekati volum darah yang ia tambahkan selama hamil. Meskipun pengeluaran darah yang melebihi 500 ml beluum pasti merupakan suatu kejadian abnormal untuk persalinan pervaginam, namun kehilangan darah yang sebenarnya biasanya dua kali lipat dari pada yang diperkirakan.                     
            Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002). Setelah plasenta lahir, fundus harus selalu di palpasi untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik. Kegagalan uterus untuk berkontraksi setelah melahiirkan sering menjadi penyebab perdarahan obstetris. Faktor predisposisi atonia uteri diperlihatkan di Tabel 56-1. Pembedahan antara perdarahan akibat atonia uterus dan akibat laserasi secara tentatif di dasarkan pada kondisi uterus. Uterus yang atoniik akan lembek dan tidak keras pada palpasi. Jika tetap terjadi perdarahan meskipun uterus berkontraksi dengan kuat, kausa perdarahanya kemungkinan besar adalah laserasi.  Darah yang merah segar juga mengisyaratkan laserasi. Uuntuk memastikan peran laserasi sebagai kausa perdarahan, harus dillakukan pemeriksaan yang cermat terhadap vagina, serviks dan uterus. Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh atonia dan trauma, terutama setelah pelahiran operatif mayor. Secara umum, setelah setiap kelahiran harus dilakukan inspeksi terhadap inspeksi terhadap serviks dan vagina untuk mengidentifkasi perdarahan akibat laserasi. Anestesi harus adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman selama pemeriksaan ini. Pemeriksaan ringga uterus, serviks dan seluruh vagina merupakan hal yang esensial setelah ekstraksi bokong, setelah versi podalik iinterna, dan setelah persalinan pervaginam pada seorang wanita dengan riwayat sesar. (Leveno, Kennethj. 2009.)
                                                                                                      
B.        FISIOLOGI ANTONIA UTERI

           Menjelang aterm, diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan darah menuju dan dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan menyebabkan obliterasi lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan disekitarnya berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat. Selama kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan yang disebabkan oleh pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu plasenta terlepas, darah dari tempat implantasi dapat cepat lolos kedalam vagina (pemisahan duncan) atau tersembunyi di balik plasenta dan membran (pemisahan schultze) sampai plasenta lahir. Turunnya plasenta ditandai oleh kendurnya tali pusat. Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran plasenta secara manual. Uteus harus di pijat jika tidak berkontraksi dengan kuat. (Leveno, Kennethj 2009).
C.        PATOFISIOLOGI ANTONIA UTERI

Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan. Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan hasil akhir pada hampir 5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk. (1999) melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
D.        ETIOLOGI ANTONIA UTERI

Overdistensi uterus,baik absolut maupuun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun plasenta lahir. Lemahnya kontraksi moimetrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama biila mendapatkan stimmulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari iinhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.


Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
1.      Atonia Uteri
a.        Umur  : Umur yang terlalu muda atau tua
b.        Paritas : Sering dijumpai para multipara dan grandemultipara
c.        Partus lama dan partus terlantar
d.       Obstein operatif dan narkosa
e.        Uterus terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau  janin besar
f.         Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio  plasenta.
g.        Faktor sosio ekonomi, yaitu mamumsi
2.      Sisa plasenta dan selaput ketuban
3.      Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
4.      Penyakit darah
5.      Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
6.      Perdarahan yang banyak
7.      Solusio plasenta
8.      Kematian janin yang lama dalam kandungan
9.      Pre-eklamsi dan eklamsi
10.  Infeksi, hepatitis dan septik syok

E.        FAKTOR PRESDISPOSISI ANTONIA UTERI

1.   Faktor Predisposisi
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
a.       melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan yang pasca persalinan akibat atonia uteri.
b.      Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
c.       Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
d.      regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak teralu besar.
e.       Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
f.       Persalinan grande-multipara.
g.      Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
h.      Mioma uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
i.        Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
j.        Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
I.       TANDA DAN GEJALA ANTONIA UTERI

1.  perdarahan pervaginam
             Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
 2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3.  fundus uteri naik.
4.  terdapat tanda-tanda syok
a.       nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b.      tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c.       pucat
d.      keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e.       pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f.       gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g.      urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
J.         MANISFESTASI KLINIK

1.      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2.       Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer) 
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak  > 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1.      Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil  seperti pada hamil kembar atau janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
K.       PENCEGAHAN ANOTINA UTERI
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
1.      Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh unit (2 ampul) oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal umumnya efektif jika diberikan secara intravena dengankecepatan sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi dengan pemijatan uterus. Oksitosin jangan diberikan sebagai dosisi bolus yang tidak diencerkan karena
2.      Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak efektif, sebagian dokter memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg, secara intramuskulus atau intravena. Obat ini dapat merangsang uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara intravena, metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, teutama pada wanita preeklamsia.
3.      prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F (Hemabate) juga dapat digunakan untuk mengatasi atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 µg (0,25 mg) secara intramuskulus, dan hal ini diulangi jika diperlukan dengan interval 15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis. Selain kontriksi vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain adalah diare, hipertensi, muntah, demam, flushing dan takikardi.  
4.      Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik mungkin berasal dari laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus ruptur uterus. Karena itu, jika perdarahan menetap, jangan membuang-buang waktu dengnan melakukan upaya-upaya acak untk menghentikan perdarahan, tetapi harus segera dimulai suatau penatalaksanaan seperti di Tabel 56-2. Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin intravena, jarang diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi, mungkin diperlukan histerektomi sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil adalah ligasi arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi angiografik.

L.         PENATALAKSAAN ANTONIA UTERI
1.      kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2.      masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan   perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
3.      Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang   tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.








4.      Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
5.      Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bla perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.
6.      Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,        pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
7.      Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskular atau langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
8.      Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi tetap>200 ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali).
      9.      Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.  



























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
                        Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden pendarahanpasca persalinan akibat atonia uteri.Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (400 – 600 µg) segera setelah bayi lahir. Regangan rahim berlebihan karena gemeli, polihibramnion, atau anak terlalu besar. Kelelahan karena persalinan lama atau persalina kasep. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis). Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

B.                 Saran
Diharapkan bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan faktor risiko dari atonia uteri demi mempertahankan dan meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak. Selain itu , mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.

















DAFTAR PUSTAKA

Febianto H.N. perdarahan pasca persalinan. Falkultas kedokteran universitas sriwijaya, 2007
Wiknjosatro H, dkk, editor,ilmu kebidanan. Bina pustaka sarwono prawiroharjo.jakarta, 1994


Tidak ada komentar:

Posting Komentar